Risalah Al-hikam

Kamis, 27 Februari 2014

TERJEMAH SYARAH AL-HIKAM

TANDA-TANDA BUTANYA MATA HATI
“Kegigihan untuk mencapi sesuatu yang telah dijamin pasti bagimu dan keteledoranmu terhadap kewajiban yang diamanatkan kepadamu menunjukkan butanya mata hatimu”

 Kata ijtihad disini mengisyaratkan bahwa mencari rizki tanpa kegigihan yang sangat tidak akan menurunkan kedudukan ibadahmu di sisi Allah,bahkan kadang itulah yang dicari.Adapun tanda-tanda tidak gigih dalam mencari rizki adalah Ridha (rela) terhadap apa yang terjadi,hanya takut kepada Allah pada saat mencari rizki dan menjaga tata krama dalam bekerja Dalam surat Thaha ayat 132,Allah SWT berfirman yang artinya “Perintahkanlah kepada keluargamu supaya sembahyang dan sabarlah dalam melaksanakanya,kami (Allah) tidak menuntutmu agar mencari rizki,kami (Allah) yang menjamin rizkimu,dan akibat (kemenangan yang terakhir) bagi orang yang bertakwa” (QS.Thaha:132)

SEMUA DOA PASTI AKAN DI KABULKAN OLEH ALLAH SWT
“Janganlah keterlambatan pemberian Allah kepadamu,padahal engkau telah bersungguh-sungguh dalam berdoa menjadikan engkau telah patah harapan,sebab Allah telah menjamin menerima semua doa sesuai apa yang dikehendaki-NYA untumu bukan menurut kehendakmu dan pada waktu yang ditentukan-NYA bukan pada waktu yang kau tentukan”
 Yang dimaksud Ilhah (bersungguh-sungguh) adalah berulang-ulang dalam memohon (berdo’a).Ilhah itu perlu,sebagaimana saabda Nabi saw,yang artinya “sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam berdoa”
Dalam berdoa manusia terbagi menjadi 3 macam:
1.Orang yang berdoa kepada Allah dengan pasrah,dikabulkan atau tidaknya doa tersebut diserahkan kepada Allah.Orang yang seperti ini jika pasrahnya benar maka bisa memperoleh keridhaan Allah dan hatinya selalu bergantung kepada Allah,baik doanya dikabulkan atau tidak,dia tidak boleh berhenti dalam berdoa sebab lamanya pengabulan doanya atau karena hal lain.
2.Orang yang selalu berada dalam rahmat Allah dan percaya dengan janji Allh bahwa setiap doa passti akan dikabulkan,dia selalu menunggu keputusan Allah.Orang seperti ini selalu menyalahkan dirinya karena keteledorannya dan mungkin ada syarat-syarat doa yang belum terpenuhi hingga doanya tidak (belum) dikabulkan oleh Allah.Sebab hal ini dia selau berputus asa untuk berdoa dan hanya mengharapkan pemberian dari Allah.
3.Orang yang selalu berdiam diri dalam rahmat Allah kearena adanya suatu pamrih,menyebutkan alasan yang menyebabkan berdoa,dia selalu lupa dan berharap terkabulnya doa.Orang sperti ini kadang-kadang ragu terhadap janji Allah,bingung dan akhirnya putus asa yang tiada sebabnya.
 Nabi SAW.bersabda bahwa setiap doa pasti akan memperoleh satu diantara diantara tiga hal yaitu:
1.Adakalanya dikabulkan di dunia sesuai dengan permohonanya.
2.Adakalanya pahalanya diwujidkan di akhirat kelak.
3.Adakalanya Allah menjauhkan bala’(bencana) yang seimbang dengan permohonannya.

JIWA DARI AMAL ADALAH IKHLAS
“Amal perbuatan itu bagaikan patung yang tegak,dan ruh(jiwa)nya amal adalah terdapatnya rahasia ikhlas (ketulusan) dalam amal perbuatan itu”
 Amal perbuatan manusia itu bagaikan patung (arca) yang berdiri tegak,artinya tidak memberi manfaat apa-apa.ia bisa hidup bila diisi oleh ruh (jiwa) dari amal tersebut yaitu sifat Ikhlas,jadi bila kita beramal dengan rasa ikhlas berarti amal itu hidup,maksunya bisa meningkatkan dan mengembangkan imanya,bisa menjadikanya orang yang beramal itu semakin dekat disisi Allah dan juga bisa diterima oleh Allah.Sebaliknya bila beramal tanpa keikhlasan maka amal tersebut tidak bisa meningkatkan keimanan dan tidak bisa mendekatkan diri kepada Allah.Naik turunya keimanan seseorang itu ada tandanya sebagaimana yang diisyaratkan dalam hadits Nabi SAW “Barangsiapa yang bergembira saat kebajikan dan bersusah dalam berbuat kejelekan,maka dia adalah orang mukmin” dan juga dalam sabda lain “sebagian tanda bagusnya Islam seseorang adalah ditinggalkanya sesuatu yang tidak bermanfaat “

KESUKARAN DAN KESULITAN ADALAH SIFAT DUNIA
“Jangan heran atas terjadinya kesukaran-kesukaran selama engkau berada di dunia,sebab ia tidak melahirkan kecuali yang layak atau asli menjadi sifatnya.”
Selama dirimu berada di dunia jangan heran akan terjadinya sesuatu yang meyulitkan dirimu,sebab segala sesuatu yang menyusahkan dirimu sudah menjadi sifat dunia tidak bisa lepas.
Rasulullah SAW.bersabda kepada Abdullah bin Abbas : Jika engkau dapat beramal karena Allah dengan rela dan keyakinan,maka laksanakanlah,jika tidak dapat maka bersabarlah.Maka sesungguhnya sabar menghadapi kesukaran itu suatu keuntungan yang besar.
  Junaid Al-Baghdadi ra. Berkata : Aku tidak merasa keji terhadap apa yang menimpa pada diriku,sebab saya telah berpendirian bahwa dunia ini tempat kerisauan dan ujian,dan alam ini diliputi oleh bencana,maka sudah selayaknya ia menyambut saya  dengan kesukaran dan kerisauan,maka apabila ia menyambut aku dengan kesenangan maka itu berarti suatu karunia dan kelebihan.
 Abdullah bin Mas’ud ra.berkata: Dunia adalah kerisauan dan duka cita,maka apabila terdapat kesenangan di dalamnya berarti laba dan keuntunganya.

NASEHAT IBNUL QAYYIM AL JAUZI


Allamah al Hafidz Ibnul Qayyim Al Jauziyah rahimahullah (wafat 751 H) adalah salah seorang ulama murid utama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Beliau bersama gurunya gigih dalam menda'wahkan sunnah yang mulia, yaitu diinul Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi wassalam dan para shahabatnya. Dalam perjuangannya beliau sempat dipenjara. Butir-butir nasehat ini diambil dari karya beliau "Al Fawaa'id".

1. Barangsiapa yang tidak kerasan bersama Allah di tengah-tengah manusia dan betah dengan-Nya ketika sendirian dan sepi, maka ia seorang jujur yang lemah. Barangsiapa yang betah dengan-Nya di tengah-tengah manusia namun tidak kerasan saat sendirian, maka dia sakit. Barangsiapa yang tidak merasa betah dengan Allah disaat banyak orang dan di kala sendirian, berarti ia adalah bangkai yang harus disingkirkan. Dan, barangsiapa yang betah dan tenteram bersama Allah dikala sendirian dan ditengah-tengah orang banyak, maka dia adalah seorang jujur yang kuat dalam setiap keadaan.

2. "Lentera" hati yang bersih pada asal fitrahnya, bersinar sebelum datangnya syari'at yang "minyaknya" nyaris menyala sekalipun tidak disentuh api.

3. Dunia bagaikan seorang wanita pelacur. Dia selalu berganti-ganti pasangan. Ia menyambut semua pria supaya mereka menganggap dirinya orang baik yang tidak rela terhadap sikap ketidakadaan rasa cemburu terhadap keluarga.

4. Berenang di "sungai" dunia sama dengan berenang di kolam buaya.

5. Orang yang bersuka ria karena dunia, sebenarnya orang yang berduka cita. Kepedihan dan duka citanya lahir dari kenikmatannya, dan kesusahannya lahir dari kegembiraan dengannya.

6. Mata perangai melihat biji (isi), sedangkan maya akal melihat perangkap, dan mata hawa nafsu adalah buta.

7. Ketika orang-orang yang mendapat taufiq mengetahui nilai kehidupan dunia dan kecilnya kedudukan didalamnya, maka mereka membunuh nafsu keinginan terhadap dunia dalam rangka mencari kehidupan abadi.

8. Orang-orang yang beriman kepada yang ghaib berpaling dari hawa nafsu yang berhias diri dihadapan mata tabiat insani. Merekalah yang disebutkan didalam Al Qur'an:

"Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb-nya, dan merekalah
orang-orang yang beruntung" (QS Al Baqarah: 5)

Sedang mereka yang tergoda, terjebak pada gurun penyesalan. Kepada mereka dikatakan:

"Makanlah dan bersenang-senanglah kamu (didunia dalam waktu) yang pendek,
sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang berdosa" (QS Al Mursalat: 46)

9. Bila akalmu keluar dari cengkeraman hawa nafsu, maka ia akan kembali berkuasa.

10. Bila datang pandangan tidak halal, maka ketahuilah sesungguhnya dia menyalakan api peperangan. Karenanya, gunakanlah selimut "ghadhul bashor" (menundukkan/menjaga pandangan, ed.) sesuai dengan perintah Allah berikut:

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya..." (QS An Nur : 30)

Dengannya, engkau pasti selamat darinya.

11. "Samudra" hawa nafsu jika tidak dibendung, ia akan menenggelamkanmu.

12. Andai ilmu bermanfaat tanpa amal, tentu Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak mencela para pendeta ahli kitab, dan jika amal bermanfaat tanpa ikhlas, tentu Allah 'Azza wa Jalla tidak mencerca orang-orang munafik. 

Dragonball Online Mouse Pointer Blue Electricity Lightning

Mati Husnul Khotimah dengan Kalimat “Laa ilaha illallah”

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Sebuah kisah yang pantas direnungkan. Akankah kematian kita bisa baik seperti ini. Semoga Allah memudahkan kita mati dalam keadaan husnul khotimah (akhir yang baik).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ

“Barang siapa yang akhir perkataannya adalah ‘lailaha illallah’, maka dia akan masuk surga.” (HR. Abu Daud. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih no. 1621)

Melihat hadits tersebut, kami teringat pada sebuah kisah yang sangat menarik dan menakjubkan. Kisah ini diceritakan oleh Al Khotib Al Baghdadi, dalam Tarikh Bagdad 10/335. Berikut kisah tersebut.

Abu Ja’far At Tusturi mengatakan, “Kami pernah mendatangi Abu Zur’ah Ar Rozi yang dalam keadaan sakaratul maut di Masyahron. Di sisi Abu Zur’ah terdapat Abu Hatim, Muhammad bin Muslim, Al Munzir bin Syadzan dan sekumpulan ulama lainnya. Mereka ingin mentalqinkan Abu Zur’ah dengan mengajari hadits talqin sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ

“Talqinkanlah (tuntunkanlah) orang yang akan meninggal di antara kalian dengan bacaan: ‘laa ilaha illallah’.” (HR. Muslim no. 2162)

Namun mereka malu dan takut pada Abu Zur’ah untuk mentalqinkannya. Lalu mereka berkata, “Mari kita menyebutkan haditsnya (dengan sanadnya/ jalur periwayatannya).”

Muhammad bin Muslim lalu mengatakan, “Adh Dhohak bin Makhlad telah menceritakan kepada kami, (beliau berkata), dari Abdul Hamid bin Ja’far, (beliau berkata), dari Sholih” Kemudian Muhammad tidak meneruskannya.

Abu Hatim kemudian mengatakan, “Bundar telah menceritakan kepada kami, (beliau berkata), Abu ‘Ashim telah menceritakan kepada kami, (beliau berkata), dari Abdul Hamid bin Ja’far, (beliau berkata), dari Sholih.” Lalu Abu Hatim juga tidak meneruskannya dan mereka semua diam.

Kemudian Abu Zur’ah yang berada dalam sakaratul maut mengatakan, “Bundar telah menceritakan kepada kami, (beliau berkata), Abu ‘Ashim telah menceritakan kepada kami, (beliau berkata), dari Abdul Hamid bin Ja’far, (beliau berkata), dari Sholih bin Abu ‘Arib, (beliau berkata), dari Katsir bin Murroh Al Hadhromiy, (beliau berkata), dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ

Setelah itu, Abu Zur’ah rahimahullah langsung meninggal dunia.

Abu Zur’ah meninggal pada akhir bulan Dzulhijjah tahun 264 H.

Renungan

Lihatlah kisah Abu Zur’ah. Akhir nafasnya, dia tutup dengan kalimat syahadat laa ilaha illallah. Bahkan beliau rahimahullah mengucapkan kalimat tersebut sambil membawakan sanad dan matan hadits, yang hal ini sangat berbeda dengan kebanyakan orang-orang yang berada dalam sakaratul maut.

Kondisi yang berbeda, mungkin kita pernah menyaksikan ada yang mati malah dengan keadaan yang sungguh menunjukkan akhir hidup yang jelek. Kita mungkin pernah mendengar ada seorang penyanyi, yang meninggal mengucapkan syair lagu “I love You full“. Kalimat terbaik yang seharusnya jadi penutup kehidupan adalah kalimat Laa ilaha ilallah. Lantas apakah keadaan semacam artis itu adalah baik? Coba renungkan.

Sejarah syiah dan sunni



Aku Berpikir, Aku Syiah
Memang Tuhan sudah menakdirkan manusia mana yang berakhir dengan husnul khatimah dan mana yang berakhir dengan buruk. Namun, manusia dikaruniai akal untuk membantu mereka menemukan bimbingan cahaya ajaran Islam dan menghindari jalan kesesatan. Sekali mereka menemukan cahaya Islam, bukan berarti manusia tidak perlu lagi menggunakan akal mereka. Akal tetap diperlukan bagi manusia dalam membantu tetap konsisten menjalani praktek amalan beribadah sehari-hari. Dengan demikian manusia dapat terhindar dari tipu muslihat dan talbis setan baik dari golongan jin maupun manusia berjenggot yang menggoda.
Lihat bagaimana jalan hidup sang master al-Ghazaly dalam menemukan metode tepat untuk menggapai Tuhan. Ia menapaki jalan aliran batiniyah, fikih, kalam, dan filsafat. Beliau mempelajari masing-masing aliran tersebut dan memahami kekurangan masing-masing sehingga puncaknya beliau menemukan jalan tasawuf yang mengobati kehausan jiwanya. Sikap inilah yang seharusnya dijalani setiap muslim dalam penggembaraan agamanya. Sikap logis dan kritis terhadap amalan ajaran agamanya tanpa meninggalkan pedoman sucinya.
Aku terlahir Sunni dan bangga telah menjadi bagian dari Sunni, dan aku bukan, naudzubillah, kelompok Islam yang dengan mudah mengkafirkan dan meyesatkan  sesama muslim lainnya, kelompok turunan dari Khawarij pasukan Dajjal LA sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad saww dan Imam Ali as. Kesunnianku tak diragukan lagi dengan biasanya aku bertabarruk, tawasul dan sebagainya yang galib ditradisikan Sunni/NU Indonesia. Pertama kali aku berkenalan dengan yang namanya Syiah secara objektif adalah dari buku al-Murajaat yang dipinjam kakak saya dari kampus. Sebuah buku besar yang tidak hanya secara fisik tapi juga secara psikologis mampu menggerakkan jiwa untuk bersikap kritis dan logis terhadap apa yang kita anut.
Ada beberapa poin dasar yang bisa dikatakan keliru dalam pandangan Sunni secara umum, dan itu tidak hanya menjangkit di kalangan awam saja namun juga di tingkat ulama pemberi pencerahan umat. Beberapa poin inilah yang menyebabkan aku tidak lagi merasa menjadi bagian dari sunni tulen atau deles dalam bahasa saya. Kalau dalam standar takfiri mungkin aku sudah dikategorikan sebagai rafidhah ekstrim, boleh dibunuh, :) mengutip sabda Imam Husein as: “Jika tubuh dirancang untuk berakhir, kenapa harus takut kehilangan”.
Pertama; hadis wasiat Nabi Muhammad saww. Biasanya di Sunni yang terdengar adalah riwayat “berpegangteguhlah pada al-Quran dan Sunnahku”. Hampir semua sunni pasti akan menganggap hadis ini yang benar dan tidak ada hadis lain selain ini. Adapun hadis “berpegangteguhlah pada al-Quran dan Ahlu baitku” adalah hadis  lemah dan tidak diajarkan dalam dunia akademis. Bahkan KH. AN pengasuh bahsul masail di majalah AULA, majalahnya umat Sunni Indonesia pun keliru ketika ada pertanyaan tentang hadis wasiat atau yang biasa disebut hadis tsaqalain. Beliau gegabah dengan mengatakan kalau hadis “berpegangteguhlah pada al-Quran dan ahli baitku” sebagai hadis lemah dan tidak ada dalam kitab standar hadis Sunni yang enam dan mensahihkan hadis “berpeganglah pada al-Quran dan sunnahku”.
Aku bertaruh di antara kedua hadis tersebut pasti hadis “berpegangteguhlah pada al-Quran dan ahli baitku” yang sahih. Bahkan seorang blogger wahabi AJ saja mengakui bahwa hadis berpegangteguhlah pada al-Quran dan sunnahku adalah hadis dhaif dengan seluruh jalannya. Kedua hadis tersebut jika ditakhrij dengan standar yang paling ketat pun niscaya yang sahih adalah hadis “berpegangteguhlah pada al-Quran dan ahli baitku”. Jika ini adalah kebenaran seharusnya umat Islam mengikuti wasiat tersebut, bukannya menutupinya, pura-pura tidak tahu, bahkan mengabaikannya karena hanya akan memberikan justifikasi atas benarnya madzhab Syiah. “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Sikap lain yang saya rasakan tentang terlalu cenderungnya mereka akan kesunniannya adalah sekalipun mereka mensahihkan “berpegangteguhlah pada al-Quran dan ahli baitku” namun mereka menafsirkan bahwa kepada ahli bait Nabi saww kita harus menghormati hak-hak mereka, menyayangi mereka, dll. Alangkah naifnya, ketika mereka tidak sadar kedhaifan hadis “berpegangteguhlah pada al-Quran dan sunnahku” mereka berkoar-koar tentang berpegang teguh dan menjadikan rujukan keduanya. Namun ketika tahu bahwa rujukan mereka bukanlah sebuah hadis yang  tidak dapat dijadikan landasan hidup, mereka menafsirkan secara berbeda. Padahal secara tekstual lafal keduanya sama hanya berbeda dalam poin kedua, yaitu Ahli bait Nabi saww atau Sunnah Nabi saww. Seharusnya umat Islam mengikuti sahabat Hudzaifah bin Yamani yang mewasiatkan kedua putranya untuk selalu mengikuti Ali as.
Kedua; siapakah ahlul bait Nabi Muhammad saww yang harus kita ikuti itu? Kita tidak perlu melihat KTP untuk mengetahui tersebut, toh zaman itu tidak ada KTP. Hehe. Orang Arab mana yang tidak tahu suku Quraisy dengan Bani Hasyimnya. Orang Arab mana yang tidak kenal dengan Nabi saww yang dijuluki al-Amin. Hampir semua orang Arab pasti mengenalnya termasuk dengan istri dan keluarga besarnya dan semuanya pasti tahu itu termasuk keluarga ahli bait Nabi saww. Namun yang dikhususkan untuk diikuti adalah ahli bait yang dijelaskan dalam potongan ayat terakhir surah al-Ahzab ayat 33. Kenapa harus ada pembedaan, toh mereka semua adalah ahli bait Nabi saww? Jika anda disuruh memilih pemimpin, apakah anda memilih tokoh yang terbaik, biasa atau tokoh yang buruk. Inilah alasan Syiah memilih Imam Ali, Sayyidah Fatimah, Imam Hasan, Imam Husein as. Karena merekalah yang terpilih dalam potongan ayat terakhir surah al-Ahzab 33. Dalam riwayat sahih manapun baik di kitab Sunni maupun Syiah, potongan ayat tersebut turun pada kelima pribadi tersebut, yang di kalangan habaib dikenal dengan ahlul kisa’. Kenapa para istri Nabi saww tidak dimasukkan dalam ayat tersebut? Pertanyaan tersebut juga pernah ditanyakan oleh istri Nabi saww, Ummu Salamah yang pada waktu turunnya ayat tersebut berada di rumahnya. Nabi saww tidak memasukkan beliau dalam selimut, beliau hanya mendoakannya dengan kebaikan. Jika riwayat sahih asbab nuzul ayat tersebut jelas khusus menyebutkan kelima pribadi tersebut tanpa memasukkan istri Nabi saww, kenapa harus mengeneralisasi pada semua ahli bait Nabi saww tanpa ada dalil yang menguatkan hal tersebut? Disinilah akar kesalahpahaman antara Sunni dan Syiah.
Seandainya Sunni memahami alur pikir Syiah ini niscaya mereka memaklumi kenapa Syiah getol membela Imam Ali, Sayyidah Fatimah, dan dua cucu Nabi saww daripada yang lainnya ketika terjadi konflik, baik dengan sahabat maupun istri Nabi saww. Berbeda dengan cara pandang Sunni yang menganggap semua sahabat adil, mereka umat terbaik, dan sebagainya. Ketika para sahabat saling caci maki, berperang bagaimana sikap Sunni? Kami harus diam, tidak boleh membicarakan mereka, mereka semua berijtihad dan baik yang benar maupun salah mendapat pahala, biarkan yang sudah terjadi berlalu, bahkan adapula yang mengatakan jangan ceritakan sejarah kelam para sahabat. Jika demikian apa gunanya sejarah?!
Ketiga; masalah keadilan sahabat. Memang ada beberapa pengertian tentang apa itu keadilan sahabat, mulai dari yang ekstrim sampai yang rendah. Namun yang pasti dalam standar Sunni pengertian keadilan sahabat adalah seluruh sahabat dapat diterima riwayatnya dalam menyampaikan sabda Nabi saww. Allah swt memerintahkan umat Islam untuk selalu memperhatikan sejarah, terutama sejarah umat dan generasi terdahulu. Memperhatikan sejarah bukan dalam arti pasif, diam dan biarkan berlalu namun aktif dengan memilah mana sejarah yang patut kita teladani dan ambil pelajaran dan mana yang harus kita jauhi.
Menyangkut sejarah para sahabat, Sunni dan Syiah memandang berbeda, terutama ahli hadis Sunni. Namun hampir semua pakar sejarah Islam sepakat adanya perselisihan, pertengkaran, caci maki bahkan saling bunuh-membunuh antar sahabat. Bagi Syiah semua sahabat bukanlah malaikat atau manusia yang tidak bisa dikritik apalagi disentuh. Mereka hanyalah manusia biasa yang mempunyai kekurangan dan kelebihan. Syiah memandang lebih baik hanya mengikuti langkah-langkah sahabat yang baik dan track recordnya teruji daripada mengikuti jejak semua sahabat, baik yang baik maupun yang buruk, yang dipuji Allah dan dilaknat Allah. Dan ini adalah sebuah tindakan yang logis daripada pasif dan membiarkan persoalan sahabat menggantung di langit. Seandainya kita hidup di zaman Imam Ali as yang sedang bertarung dengan Aisyah, Khawarij dan Muawiyah kemudian kita memilih non-blok, diam saja dan mengasingkan diri. Apakah itu tindakan yang tepat? Apakah Islam mengajarkan demikian? Jelas tidak. Islam mengajarkan kita untuk hidup bersosial dan untuk selalu mencari kebenaran yang hakiki bukan dengan membenarkan tindakan semua sahabat dan atau membenarkan berlandaskan ketokohan seorang pemimpin. Karena itulah Syiah memilih mengikuti jalur ahlul kisa’, jalur yang benar dalam pertarungan para sahabat dilihat dari semua aspek.
 
Bagi saya baik Sunni dan Syiah berhak mendapatkan kenikmatan surgawi  kelak. Mereka lahir sebagai korban sejarah yang harus disikapi dengan arif dan bijaksana, bukan dengan saling menyalahkan. Sebenarnya beberapa persoalan yang laris manis sebagai bahan adu domba Sunni dan Syiah hanyalah masalah-masalah sepele namun besar bagi orang kebanyakan bahkan tokoh NU sekelas Ust. IR, seperti pemikiran generalisasi yang menyamakan semua orang hanya dengan pendapat aneh dan salah beberapa oknum, perbedaan pemahaman tentang istilah suatu kelompok dan persoalan fikhiyah yang bisa didamaikan secara ilmiah dan akal terbuka. Sebagai contoh tentang nikah Mut’ah, Sunni bersikeras nikah mut’ah itu haram setelah dihalalkan Nabi saww. Namun dalam prakteknya bahkan setelah Nabi saww, Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Ali wafat pun nikah mut’ah masih dipraktekkan dan dihalalkan sebagian umat Islam, dalam hal ini adalah para tokoh Sunni dan ini direkam dalam kitab-kitab Sunni. Nikah Mut’ah merupakan salah satu dari beberapa masalah fikhiyah yang tidak perlu jadi bahan pertengkaran antar umat sebagaimana sebagian ulama Sunni menghalalkan nabidz yang memabukkan. Jika anda mempelajari fikih, anda akan menemukan hampir semua madzhab fikih mempunyai beberapa produk hukum fikih yang “aneh” yang bisa dijadikan dasar saling salah-menyalahkan dan sesat-menyesatkan.
Akhirnya tulisan ini bukanlah ajakan untuk meng-iran-kan Indonesia, mensyiahkan Sunni atau mensunnikan Wahabi tapi mempererat persaudaraan Sunni dan Syiah bahkan Wahabi yang diadu domba Dajjal Zionis dan sebagai ajang  saling tukar pikiran tentang akar persoalan perbedaan Susyi. Titik persatuan dan persaudaraan Islam didapat dengan sikap arif bijaksana bukan dengan sikap merasa benar sendiri. Salam Keselamatan :)